Selasa, Oktober 14, 2008

Financial crisis of 2007–2008...( baca dan fikirkan ..sebab mungkin pasni kita pula.....)






Financial crisis of 2007–2008

Krisis Finansial 2007-2008, disebut sebagai “the credit crunch” atau “krisis kredit” oleh media, mulai muncul di permukaan pada 9 Agustus 2007, ketika investor mulai kehilangan kepercayaan terhadap nilai sekuritisasi mortgage di Amerika Serikat yang berakibat pada krisis likuiditas yang berujung pada injeksi capital atas pasar financial oleh Federal Reserve dan European Central Bank. Indikator yang menggambarkan resiko kredit atas ekonomi secara umum, TED spread, melonjak tajam pada Agustus 2007. untuk selanjutnya tetap berubah-ubah secara liar, dan kemudian melonjak lebih tinggi lagi di September 2008.

Walaupun runtuhnya pasar perumahan AS sering disebut sebagai penyebab dari krisis, pasar financial diperlemah karena adanya kontrak rumit yang dikenal sebagai derivative kredit Credit Default Swap (CDS), yang menjamin pemegang hutang terhadap kebangkrutan. CDS ini dibuat sendiri-sendiri oleh lembaga keuangan swasta, diperdagangkan di bawah tangan di luar jangkauan regulator. Tindakan pemerintah AS membangkrutkan perusahaan mortgage mendorong pelelangan sehingga trader yang memperjual-belikan CDS ini dapat melakukan settlement. Pelelangan ini digunakan untuk menentukan harga CDS sehingga investor dapat menyelesaikan kontrak mereka dengan uang kas dan bukannya dengan secara fisik mengirimkan surat hutang ke counter-party mereka. Penjual CDS ini kemudian menjual senilai nilai kontrak ini dikurangi nilai penyelamatan atas surat hutang ini.
Historical background

Krisis likuiditas secara sepintas timbul sebagai akibat dari timbulnya subprime mortgage crisis. Korban pertama di luar AS adalah Northern Rock, sebuah bank besar di Inggris. Ketidakmampuan bank ini meminjam dana untuk melunasi hutang-hutang yang jatuh tempo menyebabkan bank ini di rush pada pertengahan September 2007. Sifat bisnisnya yang sangat leveraged, dan tidak didukung oleh pemasukan kas, menyebabkan bank ini di takeover oleh pemerintah Inggris dan memaparkan indikasi awal kesulitan yang akan kemudian menimpa bank-bank dan lembaga keuangan lainnya di masa mendatang.

Ekspansi kredit yang berlebihan dengan standar evaluasi perkreditan yang dilonggarkan, yang merupakan karakter “Bubble perumahan AS”, mengakibatkan besarnya porsi subprime mortgage. Kredit resiko tinggi ini dipersepsikan telah diamankan dengan sekuritisasi. Namun, sekuritisasi ini bukannya memitigasi resiko malahan menyebarkan dan memperluas resiko ini dalam efek domino. Kerusakan yang timbul dari macetnya subprime mortgage ini kemudian menghantam pasar perumahan dalam skala besar dan mendorong terjadinya krisis. Meningkatnya penyitaan rumah-rumah menyebabkan lebih banyak rumah yang dijual dan meningkatkan supply yang kemudian menurunkan nilai pasar rumah-rumah disekitarnya yang selanjutnya juga disita dan ditinggalkan. Efek domino yang timbul dari ini menyebabkan timbulnya krisis keuangan

Awalnya perusahaan yang terpengaruh adalah perusahaan yang secara langsung terlibat dalam konstruksi rumah dan peminjaman kredit perumahan seperti Northern Rock dan Countrywide Financial. Lembaga keuangan yang terlibat dalam sekuritisasi mortgage ini seperti Bear Stearns kemudian jatuh menjadi korban. Pada 11 Juli 2008, peminjam kredit perumahan terbesar di AS, IndyMac Bank, bangkrut dan asetnya diambil alih regulator federal setelah sebelumnya tenggelam dalam tekanan kredit yang semakin ketat, harga rumah yang rontok dan semakin banyaknya penyitaan. Hari itu pasar financial anjlok selagi berharap apakah pemerintah akan menyelamatkan perusahaan penyedia kredit perumahan lain seperti Fannie Mae dan Freddie Mac. Pada 7 September 2008 pemerintah melakukan hal itu dengan memasukkan kedua perusahaan ini dibawah pengawasan mereka setelah krisis semakin meningkat diakhir musim panas.

See also: Federal takeover of Fannie Mae and Freddie Mac

Hal ini kemudian semakin mempengaruhi ketersedian kredit untuk bisnis non-perumahan dan lembaga keuangan lain yang tidak terkait secara langsung dengan kredit perumahan. Di dalam asset lembaga keuangan ini adalah portfolio investasi atas asset-aset yang merupakan derivative dari kredit perumahan. Eksposur atas sekuritisasi berbasis mortgage atau kredit derivative yang digunakan untuk menjamin mereka dari kebangkrutan semakin mengancam berbagai perusahaan seperti Lehman Brothers, AIG, Merrill Lynch, and HBOS. Perusahaan lain yang mendapat tekanan termasuk Washington Mutual, bank simpan pinjam terbesar di AS, dan sisa perusahaan investasi seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs.
[edit] Developing global financial crisis

Main article: Global financial crisis of September–October 2008

Dimulai dengan pembangkrutan Lehman Brother pada hari minggu, 14 September 2008, krisis financial memasuki fase akut ditandai dengan kegagalan bank-bank Amerika dan Eropa dan upaya pemerintah mereka melakukan penyelamatan. Di AS dengan dikeluarkannya Emergency Economic Stabilization Act of 2008 dan di Eropa dengan injeksi capital ke bank-bank besar. Seiring dengan perkembangan krisis, bursa saham di seluruh dunia rontok dan regulator berupaya untuk mengendalikan krisis. Jatuhnya harga minyak karena turunnya permintaan, ditambah dengan proyeksi adanya resesi global, membawa 2000s energy crisis ke penyelesaian sementara.

Sejumlah pengamat menyatakan kalau krisis likuiditas ini dilanjutkan, maka akan berlanjut ke resesi berkepanjangan atau bahkan lebih parah. Semakin memburuknya perkembangan krisis membawa ketakutan akan hancurnya ekonomi global. Krisis ini tampaknya akan berujung pada penyelamatan terbesar industri perbankan sejak 1930-an. Bank Investasi UBS menyatakan pada 6 Oktober bahwa pada tahun 2009 akan ada resesi global dengan pemulihan akan memakan waktu paling cepat satu sampai dua tahun. Tiga hari kemudian ekonomis UBS menyatakan bahwa “tahap akhir” dari krisis ini sudah tampak, dengan dunia telah melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mengatasi krisis ini: injeksi modal dari pemerintah, injeksi dilakukan secara sistematis, pemotongan tingkat suku bunga untuk menolong debitur. Pemerintah Inggris telah memulai injeksi sistemik, dan bank-bank sentral dunia kini telah memotong tingkat suku bunga mereka. UBS menyatakan bahwa AS harus mengimplementasi injeksi sistematis ini. UBS juga kemudian menyatakan bahwa hal ini hanya akan memperbaiki krisis financial, namun secara ekonomi “yang terburuk masih akan tiba”.
[edit] Timeline of events
[edit] Background
Subprime mortgage crisis
[edit] Events of 2007
Liquidity crisis emerges August 9, 2007[2][16][17]
Northern Rock sought and received a liquidity support facility from the Bank of England on September 14, 2007[18]
Record high US stock market October 9, 2007 Dow Jones Industrial Average (DJIA) 14,164[19]
[edit] Events of 2008

Main article: Economic crisis of 2008
January 2008 stock market volatility
On February 22, 2008 Northern Rock was taken into state ownership (see Nationalisation of Northern Rock)[20]
Bear Stearns (takeover in March)
Federal takeover of Fannie Mae and Freddie Mac
Global financial crisis of September–October 2008 (beginning with the Bankruptcy of Lehman Brothers)
Large losses in financial markets world wide throughout September and early October
Emergency Economic Stabilization Act of 2008 passed
The three major banks of Iceland are nationalized, possibly presaging a “national bankruptcy”
U.S. and European governments create allowances of government investment in banks, new lending guarantees, and guarantees of personal savings.
October 13, UK Government provides $60b and takes a 60% stake in Royal Bank of Scotland and 40% in Lloyds TSB and Hbos.

sumber :http://damartriadi.wordpress.com/
sumbergambar :http://www.telegraph.co.uk/finance/financetopics/financialcrisis/3159697/Financial-crisis-in-pictures.html?image=13

" rajinlah menyimpan dan berjimat - cermat untuk tujuh tahun di masa senanag.., insyaallah akan membantu kita dikala susah untuk tujuh tahun......iktibar dari kisah NABI YUSOF ( a.s )di dalam AL-QURAN...fikir-fikirkanlah....dan selamat beramal..

..................................................................................................
pendapat kedua : peluang disebalik permasalahan timbul...
( fikir dulu baik buruknya..)






M&A strategies in a down market

During a downturn, a thoughtful acquisition strategy is particularly important—but many companies don’t have one.

Mehrdad Baghai, Sven Smit, and S. Patrick Viguerie

August 2008
Correction appended

It’s gut-check time for CEOs. As the credit crunch threatens to become a global downturn, corporate leaders have a choice: pull in their horns and ride out the storm or look for opportunities to pick up bargain-basement assets that will help them grow and create future value for shareholders. If past is prologue, more will follow the first course—which is a mistake.

Our research indicates that although most executives know and pay lip service to the maxim “Invest in a downturn,” few act on it. For our recent book, The Granularity of Growth,1 we created a database of roughly 200 global companies and decomposed the most important sources of growth (market momentum, mergers, and share gains), not just for each company, but also for finer-grained market segments. Then we identified segments that had experienced significant upturns or downturns and looked at the strategies companies adopted during those periods.2 Finally, we computed each company’s total returns to shareholders so we could compare performance across growth sources, segments, and strategies.

Two sets of results stuck out. First, of the potential strategic moves companies can take to grow in a downturn—divest, acquire, invest to gain share—an effective acquisition strategy (defined as growth through M&A at a rate higher than that of 75 percent of a company’s peers) created significant value for shareholders. During an upturn, on the other hand, divestments created slightly more value than acquisitions did.

Second, companies often behave in counterproductive ways (exhibit). Fewer than half as many companies in the segments we studied made acquisitions in downturns rather than in periods of economic growth. Significantly more divested businesses in those market segments in downturns than in upturns.



All of this is understandable. As revenues slow and margins are squeezed, management naturally switches its focus to cutting costs and maintaining earnings. The company protects its balance sheet—an approach leading to the deferral of growth and of low-priority investments, the shelving of large acquisitions, and the sale of assets. Many companies simply freeze: 60 percent of those in our database made no portfolio moves at all in downturns, compared with only 40 percent that made no moves in upturns.

The best growth companies take a different approach. They view a downturn as a time to increase their leads and make acquisitions. They pounce on the opportunities it creates with an alacrity that is the stuff of legends: think of GE’s speedy dispatch of an army of deal makers to Asia after the financial markets took a downturn in 1998.

We’re not saying companies should go on a spending spree in a downturn and tighten their belts in an upturn. Nor are we unaware that some companies simply aren’t in a financial position to exploit the opportunities downturns present. But for large numbers of healthy companies and their CEOs, we hope our research findings are a useful counterweight to the natural tendency, which is likely to harm shareholders. Simply put, countercyclical investment can separate the leaders from the also-rans. Arguments that growth is risky in a downturn overstate the case.
About the Authors

Mehrdad Baghai is an alumnus of McKinsey’s Toronto and Sydney offices; Sven Smit is a director in the Amsterdam office, and Patrick Viguerie is a director in the Atlanta office.

sumber : http://www.mckinseyquarterly.com/Corporate_Finance/MA_strategies_in_a_down_market_2187